Sabtu, 05 November 2011

Memerangi malaria dengan pemberdayaan masyarakat

 
Pemberdayaan atau empowerment, secara harfiah bisa diartikan sebagai pemberkuasaan dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged). Empowerment aims to increase the power of disadventaged, demikian menurut Jim Ife seperti dikutip Suharto, (1997). Swift dan Levin mengatakan pemberdayaan menunjuk pada usaha “realocation of power” melalui pengubahan struktur sosia.
Menurut Craig dan Mayo (1995), bahwa konsep pemberdayaan termasuk dalam pengembangan masyarakat dan terkait dengan konsep–konsep : kemandirian (self-help), partisipasi (participation), jaringan kerja (networking), dan pemerataan (equity). Sutarso (2003), mengemukakan bahwa pemberdayaan berarti meningkatkan dan memanfaatkan kemampuan, motivasi dan peran semua unsur masyarakat agar dapat menjadi sumber yang langgeng untuk untuk mendukung usaha kesejahteraan masyarakat. Secara konseptual, menurut Kartasasmita (1997), pemberdayaan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan adalah segala upaya fasilitasi yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan  memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi sektoral, lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun tokoh masyarakat.  Untuk mengenali bahwa program kesehatan yang ada merupakan upaya pemberdayaan masyarakat perlu dilihat prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan seperti yang ditulis oleh Salim (2007), yang meliputi : a) menumbuhkembangkan potensi masyarakat, artinya potensi yang ada dalam masyarakat dikembangkansecara optimal mungkin untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat, b) kontribusi masyarakat dalam pembangunan kesehatan, artinya makin banyak anggota masyarakat yang berkiprah di bidang kesehatan, semakin banyak anggota masyarakat atau keluarga yang memanfaatkan pelayanan dan menerima penyuluhan kesehatan, c) mengembangkan gotong royong, karena dengan kebersamaan akan terjadi proses fasilitasi, alih pengetahuan dan alih keterampilan dari petugas kesehatan kepada kader khususnya masyarakat pada umumnya, d) kemitraan dengan LSM dan ormas lain, hal ini dimaksudkan melalui kemitraan akan memudahkan kerjasama lintas dilapangan, sehingga potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal (Depkes & UNICEF, 1999).
Prinsip-prinsip tersebut harus dilakukan, mengingat keterbatasan pemerintah dalam penyediaan tenaga, dana, sarana dan jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Akan tetapi dalam pengembangan program pemberdayaan perlu sikap tegas pemerintah untuk melepaskan kewenangannya kepada masyarakat dan disisi lain memerlukan kesiapan masyarakat. Untuk membangun kesiapan masyarakat agar berperan dalam program pemberdayaan kesehatan diperlukan pelatihan dan keterampilan, maka pemerintah berkewajiban mengadakan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pelaku dan pemanfaat program. Diharapkan melalui pelatihan ini masyarakat akan mampu menggali dan memanfaatkan potensi, kebutuhan dan cara memenuhinya, sehingga akan timbul perilaku sadar pada masyarakat untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat setempat (Depkes & UNICEF, 1999).
Pemberdayaan dalam bidang kesehatan menurut Hubley (2002), adalah bagaimana mengembangkan kemampuan penduduk untuk menolong dirinya sendiri (self-efficacy). Menurut Freira (dalam Hubley 2002), mengatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses dinamis yang dimulai dari mana masyarakat belajar langsung dari tindakan.  Pemberdayaan masyarakat biasanya dilakukan dengan pendekatan pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat biasanya berisi bagaimana masyarakat mengembangkan kemampuannya serta bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Menurut Hubley (2002), mengatakan bahwa pemberdayaan kesehatan (health empowerment), sadar kesehatan (health Literacy) dan promosi kesehatan (health promotion) diletakkan dalam kerangka pendekatan yang komprehensif. Health Literacy menurut Nutbeam (tt) berarti masyarakat harus memahami tentang berbagai jenis penyakit termasuk bagaimana berjangkitnya, bagaimana penularannya, serta bagaimana pengobatannya. Selanjutnya setelah cukup mamahami, maka nantinya masyarakat bisa mengambil keputusan dangan benar tentang tindakan yang harus dilakukan. Berikutnya, anggota masyarakat diharapkan mampu mengkomunikasikan isu–isu kesehatan kepada masyarakat lain.
Adapun yang dimaksud dengan self-efficacy adalah kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, mandiri, serta tidak menunggu bantuan orang/pihak lain. Dengan kata lain self-efficacy adalah upaya memberikan pendidikan dan pelatihan kesehatan yang terus menerus menggunakan beberapa metode yang cocok, kombinasi komunikasi massa, komunikasi kelompok, serta komunikasi interpersonal dalam upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya pengobatan (kuratif), maupun upaya pemulihan (rehabilitatif), sehingga masyarakat mempunyai kemampuan dan kepercayaan diri untuk mengambil tindakan rasional.
Health literacy adalah memberikan pelatihan sehingga masyarakat yang sudah memahaminya mampu dan mau mengkomunikasikannya kepada anggota masyarakat lain. Dengan demikian sebenarnya pemberdayaan adalah suatu proses membantu memperkuat kemampuan masyarakat sehingga menjembatani jarak komunikasi antara petugas (provider) dan kelompok sasaran (target audiences/communities).
Menurut Jackson (1989), Labonte (1994) dan Rissel (1994) bahwa pembedayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen berikut, yaitu: pemberdayaan personal, pengembangan kelompok kecil, pengorganisasian masyarakat, kemitraan, aksi sosial dan politik. Menurut Chapin (1939), pemberdayaan dalam bentuk partisipasi dapat diukur dari yang terendah sampai yang tertinggi, yaitu : 1) kehadiran individu dalam pertemuan-pertemuan, 2) memberikan bantuan dan sumbangan keuangan, 3) keanggotaan dalam kepanitiaan kegiatan, 4) posisi kepemimpinan.

Bentuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan Malaria
Pada tahun 1998 WHO menyerukan ke seluruh negara perlunya pendekatan baru dalam pemberantasan malaria di mana WHO menjadi pemimpin prakarsa dan katalisator yang dikenal dengan Roll Back Malaria melalui upaya kemitraan. Di Indonesia pada tanggal 8 April 2000 bertempat di Nusa Tenggara Timur, Menteri Kesehatan mencanangkan ”Gebrak Malaria” yang merupakan gerakan nasional seluruh aspek bangsa dalam upaya memberantas malaria dengan intensif yang melibatkan jaringan kerjasama pemerintah, swasta, masyarakat, LSM, badan internasional dan penyandang dana. Program malaria yang telah dan sedang dilakukan adalah:

a. Posmaldes ( Pos Malaria Desa).
Pos Malaria Desa (posmaldes) adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan malaria yang dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, yang berfungsi sebagai wadah bagi semua masyarakat di desa dalam upaya penanggulangan malaria, sebagai alat legitimasi kegiatan masyarakat dalam penanggulangan malaria, dan sebagai media pengembangan pelestarian budaya dan nilai- nilai kearifan lokal dalam penanggulangan malaria. Posmaldes juga merupakan pusat informasi dan komunikasi bagi semua masyarakat di kampung dalam upaya penanggulangan malaria atas dasar swadaya masyarakat, didampingi tenaga kesehatan, dengan kader malaria desa sebagai operating core (Sampri, 2007). Tujuan posmaldes adalah tumbuh dan berkembangnya peran dan kemandirian masyarakat di dalam upaya penanggulangan malaria di kampung, sehingga malaria tidak merupakan masalah kesehatan di masyarakat.
Kegiatan operasional oleh kader malaria desa adalah penemuan dan pengobatan penderita, penyuluhan kepada masyarakat, berbagai upaya untuk kemandirian dan pemberdayaan posmaldes misalnya : iuran, arisan kelambu, kerja bakti, membersihkan sarang nyamuk, dan lain-lain.
Bimbingan teknis dilakukan oleh petugas Puskesmas/Pustu/Polindes meliputi penemuan dan pengobatan penderita, penyuluhan dan pergerakkan masyarakat dalam penanggulangan, pembuatan sediaan darah/Rapid Diagnostic Test (bila memungkinkan). Pendampingan untuk kelestarian dan kemandirian Posmaldes dilakukan oleh LSM, PKK,
Organisasi desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat.
Agar posmaldes dapat berfungsi secara efektif dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, antara lain:
a. Membangun komitmen dengan pemerintah daerah setempat untuk mendapatkan dukungan kebijakan dalam rangka pembentukan posmaldes.
b. Membangun dukungan sosial dan finansial dari lintas sektor terkait, LSM dan masyarakat.
c. Memberdayakan masyarakat dalam upaya penanggulangan malaria.
Untuk indikator keberhasilan pos malaria desa dapat diukur dengan : 1) dimanfaatkannya posmaldes oleh masyarakat, sehingga penderita segera ditolong dengan pemberian obat secara benar dan tepat, 2) berfungsinya posmmaldes dalam upaya penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan penyakit malaria, 3) kegiatan posmaldes dapat berlangsung secara mandiri dan berkelanjutan.
Sarana posmaldes disesuaikan dengan kondisi kampung, seperti rumah kepala kampung, ketua Badan Musyawarah Kampung, rumah kader, atau rumah masyarakat. Dengan adanya posmaldes, diharapkan dapat :
1. Mendekatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat bagi masyarakat di daerah endemis malaria.
2. Menemukan dan mengobati penderita malaria dengan gejala klinis dengan tepat dan benar
3. Memperpendek waktu pengambilan darah penderita sampai diketahui hasil pemeriksaan untuk diberikan pengobatan radikal.
4. Adanya pemantauan lingkungan dan faktor resiko.

b. Peran Kader Malaria Desa
Menurut Sasongko (1984), partisipasi dapat diartikan sebagai peran serta yaitu merupakan kegiatan untuk ikut mengambil bagian atau ikut menanggung bersama orang lain. French dan kawan–kawan (1960), Tmengartikan peran serta sebagai proses di mana dua atau lebih pihak yang terlibat, saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain dalam mangambil keputusan untuk kepentingan bersama. Dalam konteks Public Health Care (PHC) maka peran serta masyarakat merupakan hal yang penting, karena upaya kesehatan primer merupakan suatu kegiatan kontak pertama dari dari suatu proses pemecahan masalah kesehatan, melalui peran serta potensi masyarakat yang didayagunakan.
Salah satu bentuk peran serta masyarakat adalah menjadi kader kesehatan. Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau perempuan yang dipilih masyarakat dan dilatih untuk menangani masalahmasalah kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pelayanan kesehatan dasar. Sebagai kader diharapkan mereka melakukan pekerjaanya secara sukarela tanpa menuntut imbalan berupa uang atau materi lainnya. Meskipun pada mulanya hanya ditunjuk dan tidak tahu apa-apa, tetapi sebagian dari mereka tidak merasa keberatan, tidak menyesal dan tidak merasa terpaksa.
Kader kesehatan merupakan warga yang terplih dan diberi bekal keterampilan kesehatan melalui pelatihan oleh sarana pelayanan kesehatan/puskesmas setempat. Kader kesehatan inilah yang selanjutnya akan menjadi motor penggerak atau pengelola dari upaya kesehatanprimer. Melalui kegiatannya sebagai kader, diharapkan mampu menggerakan masyarakat untuk melakukan kegiatan yang bersifat swadaya dalam rangka peningkatan status kesehatan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan yang sifatnya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Kader malaria desa adalah kader yang dilatih (KepMenkes RI Nomor 044/Menkes/SK/I/2007) untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan penyakit malaria yakni mengetahui tentang 1) penyakit malaria dan siklus hidup parasit, 2) penemuan dan pengobatan penderita, 3) mekanisme dan tata tertib kunjungan rumah, 4) pengambilan dan pembuatan sediaan darah (RDT), 5) pencatatan dan pelaporan, 6) praktek pembuatan rencana kerja, 7) penyuluhan kesehatan, selain itu kader juga harus mampu memotivasi dan menggerakkan masyarakat, serta melakukan kegiatan dalam upaya penanggulangan malaria (Depkes, 2004). Berdasarkan pengertian diatas tersebut, kader merupakan orang yang mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan program malaria, disamping petugas kesehatan, lintas sektor, maupun aparat pemerintah. Untuk itu kader dituntut agar selalu siap melaksanakan tugas dalam rangka meningkatkan status kesehatan masyarakat, dalam penanggulangan malaria terutama masyarakat di daerah endemis malaria, dan jauh dari akses layanan kesehatan (Depkes, 2004).
Adapun tugas yang dilakukan oleh kader malaria adalah sebagai berikut :
1)      Penemuan penderita secara aktif dan pasif. Kader malaria desa melakukan kunjungan rumah untuk menemukan penderita dengan gejala klinis dan pengambilan sediaan darah disebut penemuan penderita secara aktif. Apabila kader membuka posmaldes dan menunggu penderita yang datang adalah penemuam penderita secara pasif.
2)      Penemuan dan pengobatan malaria dengan gejala klinis dan diberikan Obat. Untuk jenis obat, Klorokuin masih digunakan oleh kader. Berdasarkan hasil penelitian tahun 2005, klorokuin sudah resisten terhadap penderita malaria di beberapa daerah endemis, oleh Depkes telah direkomendasikan obat baru yaitu kombinasi artesunat dan amodiakuin.
3)      Apabila telah diobati selama tiga hari dan belum sembuh, kader langsung merujuk ke puskesmas, pustu atau polindes terdekat.
4)      Penyuluhan dapat dilakukan secara perorangan maupun berkelompok.  Penyuluhan dapat dilakukan saat mengobati dan menolong atau menemukan pasien di posmaldes atau kunjungan rumah.
Menurut Toriki (2008), peran serta masyarakat adalah proses dinamika individu, keluarga, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas pada umumnya :
1.       Mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
2.       Mengembangkan kemampuan untuk berkontribusi dalam upaya peningkatan kesehatan mereka sendiri dan masyarakat, sehingga termotivasi untuk memecahkan berbagai masalah.
3.       Menjadi agen/perintis pembangunan kesehatan dan pemimpin dalam penggerakan kegiatan masyarakat dibidang kesehatan, yang dilandasi dengan semangat gotong royong (Depkes, 1995).Dalam hal ini, organisasi masyarakat lokal adalah merupakan sumber daya yang perlu di gerakkan untuk mendukung kegiatan penanggulangan malaria di Desa.

c. Peran Aparat Pemerintahan Desa
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dijelaskan bahwa kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten/kota.
Hakikat mendasar otonomi daerah tentang Pemerintahan Daerah adalah untuk memberdayakan masyarakat, menemukan prakarsa dan kreaktivitas, meningkatkan peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kepala kampung mempunyai kewenangan yaitu : 1) menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kehidupan masyarakat, 2) melaksanakan tugas pembantuan dari pemerintahan di atasnya. Kepala kampung dibantu oleh seorang sekretaris kampung dan 3 orang kepala urusan yang membawahi:
1. Urusan pemerintahan.
2. Urusan Ekonomi dan pembangunan.
3. Urusan Kesejahteraan Rakyat .
Urusan kesejahteraan rakyat berfungsi menyusun program dan melakukan pembinaan dalam bidang keagamaan, keluarga berencana, kesehatan dan pendidikan masyarakat.

d. Peran TP Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Gerakan PKK merupakan gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah, yang pengelolaannya dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemberdayaan keluarga meliputi segala upaya bimbingan, pembinaan dan pemberdayaan agar keluarga dapat hidup sejahtera, maju dan mandiri. Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) adalah mitra kerja
pemerintah dan organisasi kemasyarakatan, yang berfungsi sebagai fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak pada masing- masing jenjang, demi terlaksananya program PKK.
Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga adalah warga masyarakat, baik laki- laki maupun perempuan, perorangan, bersifat sukarela, tidak mewakili organisasi, golongan, parpol, lembaga atau instansi, dan berfungsi sebagai perencana, pelaksana, dan pengendali gerakan PKK.
Tujuan gerakan PKK adalah seluruh anggota keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan lahir bathin menuju terwujujdnya keluarga yang :
1)      beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa,
2)      berakhlak mulia dan berbudi luhur,
3)      Sehat sejahtera,
4)      Maju mandiri,
5)      kesejahteraan dan keadilan gender,
6)      Serta kesadaran hukum dan lingkungan.

Kelembagaan gerakan PKK adalah :
1) Gerakan PKK dikelola oleh Tim Penggerak PKK yang dibentuk di Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan,
2) Hubungan kerja antara Tim Penggerak PKK Pusat dengan daerah adalah bersifat konsultatif dan koordinatif dengan tetap memperhatikan hubungan hirarkis,
3)  Untuk mendekatkan jangkauan pemberdayaan kepada keluarga-keluarga secara langsung, dibentuk kelompok-kelompok PKK RW, RT dan kelompok Dasa Wisma.

1 komentar:

Abduh Ridha mengatakan...

saya aja yang baca... wkwkwkwkwkw

Posting Komentar