Penelitian Kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam sistem kesehatan nasional. Penelitian Kesehatan dapat menjamin akurasi, validitas, kelayakan, dan keberlanjutan sistem kesehatan nasional untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada acara the 1st International Symposium on Health Research and Development and the 3rd Western Pacific Regional Conference on Public Health, di Bali (17/11/11). Hadir dalam acara ini, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, dr. Trihono; President of the World Federation of Public Health Association, Prof. Ulrich Laaser; Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dr. Adang Bachtiar, MPH, ScD; dan perwakilan WHO Representative untuk Indonesia, dr. Kanchit Limpakarnjanarat serta para peneliti kesehatan.
“Investasi pada penelitian dan pengembangan kesehatan penting untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Oleh karenanya perlu pendekatan multidisiplin dalam penelitian dan pengembangan kesehatan, di mulai dari penelitian biomedis hingga penentuan kebijakan. Hal ini penting, untuk menjembatani para peneliti, sebagai produsen pengetahuan dan informasi,dengan para pembuat kebijakan, untuk memungkinkan pengembangan kebijakan yang relevan, valid, dan akurat.
Menkes mengakui, disparitas kesehatan masih ditemukan di Indonesia dan di sebagian besar negara di dunia. Untuk mengatasi ketidaksetaraan kesehatan, reformasi sistem kesehatan sangat diperlukan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) menunjukkan disparitas kesehatan terdeteksi antar wilayah geografis, kelompok masyarakat, dan tingkat sosial-ekonomi di negara ini. Oleh karena itu, selama periode 2010-2014, fokus dari pembangunan kesehatan nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap perawatan kesehatan yang berkualitas.
“Dalam reformasi kesehatan, kebijakan berbasis bukti dikembangkan dan didasarkan pada praktek, hasil evaluasi, dan data yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan”, ujar Menkes.
Menkes memaparkan, setiap lima tahun, Riskesdas dilakukan. Survey berskala nasional ini bertujuan untuk melakukan pemetaan masalah kesehatan masyarakat, guna mengembangkan rencana intervensi masalah kesehatan yang ada di berbagai Kabupaten/Kotadi Indonesia.
Riskesdas pertama kali dilakukan tahun 2007-2008. Riskesdas kedua dilakukan pada tahun 2010, untuk mengevaluasi kemajuan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia.
Menkes menambahkan, pada 2011, telah dilakukan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes). Survei yang melibatkan Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah, dan laboratorium ini. Rifakses bertujuan untuk memetakan ketersediaan dan kecukupan fasilitas pelayanan kesehatan, distribusi sumber daya tenaga kesehatan serta indeks kinerja rumah sakit dan Puskesmas.
Di samping itu, pada 2012, Penelitian Tanaman Obat Nasional akan dilakukan, guna memetakan keanekaragaman jenis tanaman obat yang ada di Indonesia serta kandungan dari masing-masing jenisnya. Lebih lanjut, dalam waktu dekat, penelitian tentang polusi dan aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatan, juga akan dilaksanakan.
Pada kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan apresiasi kepada para peneliti, yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab moral. Menkes berharap, kemitraan yang terjalin mampu memicu kreativitas dan atusiasme dari para peneliti untuk terus berinovasi dalam kolaborasi, guna menemukan cara terbaik untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah kesehatan yang masih dihadapi hingga saat ini.
Sumber: Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
0 komentar:
Posting Komentar