Rabu, 23 November 2011

SEKILAS TENTANG TEORI ADVOKASI

Edi Suharto dalam makalahnya ”Filosofi dan Peran Advokasi Dalam Mendukung Program Pemberdayaan Masyarakat”, 2006, menulis bahwa Istilah advokasi sangat lekat dengan profesi hukum. Menurut bahasa Belanda, advocaat atau advocateur berari pengacara atau pembela. Karenanya tidak heran jika advokasi seringkali diartikan sebagai “kegiatan pembelaan kasus atau pembelaan di pengadilan”. Dalam bahasa Inggris, to advocate tidak hanya berarti to defend (membela), melainkan pula to promote (mengemukakan atau memajukan), to create (menciptakan) dan to change (melakukan perubahan) (Topatimasang, et al,(2000:7)
Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam pengantar buku “Pedoman Advokasi”, 2005, mengutip Webster’s New Collegiate Dictionary, memberikan pengertian advokasi sebagai tindakan atau protes untuk membela atau memberi dukungan. Dalam makna memberikan pembelaan atau dukungan kepada kelompok masyarakat yang lemah itu advokasi digiatkan oleh individu, kelompok, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi rakyat yang mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan berbagai bentuk ketidakadilan Menurut Mansour Faqih (2007; 1) advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju (incremental). Dengan kata lain, Advokasi bukan revolusi, tetapi lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan peranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku.

Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik. Sedangkan menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukkan suatu masalah (isu) kedalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan membangun basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para penguasa bertanggungjawab, dan menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja. Advokasi memusatkan perhatian pada banyak soal—siapa dapat apa di masyarakat, seberapa banyak mereka mendapatkannya, siapa yang ditinggalkan, bagaimana uang rakyat dibelanjakan, bagaimana keputusan-keputusan dibuat, bagaimana sejumlah orang dicegah untuk ikut serta dalam keputusan-keputusan itu, dan bagaimana informasi dibagikan atau disembunyikan. Daftar petanyaannya panjang (Valerie Miller dan Jane Covey, 2005;12).
Disisi lain, bahwa advokasi itu paling baik didefinisikan secara kontekstual. Dalam menyusun definisi- definisi, kelompok-kelompok perlu menilai keadaan dan konteks mereka sendiri. Pada saat-saat tertentu, advokasi itu dapat didefinisikan lebih sebagai proses melobi yang terfokus untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan secara langsung. Dalam situasi lain, advokasi boleh jadi menekankan pada proses pendidikan dan pemberdayaan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat agar mereka dapat menjadi pembela-pembela yang lebih efektif dan membangun organisasi akar rumput yang lebih kuat.
Berpijak pada literatur pekerjaan sosial, advokasi dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: “advokasi kasus” dan “advokasi kelas” (Shearfor, Horejsi dan Horejsi, 2000; Dubois dan Miley, 2005)
1.Adokasi kasus adalah kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya.
Alasannya: terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga, dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik. Pekerja sosial berbicara, berargumentasi dan bernegosiasi atas nama klien individu. Karenanya, advokasi sering disebut pula sebagai advokasi klien (client advocacy)
2.Advokasi kelas menunjukkan pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan. Fokus advokasi kelas adalah mempengaruhi atau melakukan perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun nasional. Advokasi kelas melibatkan proses-proses politik yang ditujukan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang berkuasa. Pekerja sosial biasanya bertindak sebagai perwakilan sebuah organisasi, bukan sebagai seorang praktisi mandiri. Advokasi kelas umumnya dilakukan melalui koalisi kelompok dan organisasi lain yang memiliki agenda sejalan.
Proses dan Penyusunan Strategi advokasi
Setiap kerja advokasi yang dilakukan sebagai langkah pertama yang harus dilakukan adalah membentuk “lingkar inti” (allies), yakni kumpulan orang dan/ atau organisasi yang menjadi penggagas, pemrakarsa, penggerak, dan pengendali utama seluruh kegiatan advokasi.
Lingkar inti tersebut merupakan suatu “tim kerja” yang siap bekerja purna-waktu, kohesif dan pejal (Topatimasang dkk, 2007)
Meski ada berbagai kemungkinan definisi untuk istilah “strategi”, namun kita merumuskan strategi sebagai rencana tindakan untuk mempengaruhi kebijakan, program, perilaku dan praktik publik. Sebuah stategi advokasi perlu didasarkan pada visi ideal tentang masyarakat dan analisa masalah, isu, stakeholders, dan kekuasaan. Sebagai rencana strategi perlu mengandung: 1) tujuan, sasaran dan target yang jelas, 2) serangkaian taktik kegiatan yang terkait; dan 3) dilaksanakan dengan terorganisir dan sistematis. Pelaksanaan strategi advokasi berarti menggunakan kekuasaan dan mengubah hubungan kekuasaan untuk mencapai tujuan tersebut (Valerie Miller dan Jane Covey, 2005;68).
Dalam menyusun strategi, memerlukan proses untuk mengidentifikasi dan menganalisa kekuatan relatif berbagai individu dan kelompok yang prihatin dengan masalah khusus dan solusi kebijakan yang terkait yang diusulkan untuk mengatasinya. Analisis ini, bersama dengan penentuan tujuan yang jelas, menjadi landasan untuk merancang strategi dan kegiatan serta taktik yang menyertainya. Berikut adalah tiga cara untuk menganalisa para stakeholders dan kekuatan politik—kerangka kerja ini dapat digunakan secara terpisah atau bersamaan untuk analisis yang lebih mendalam.
Satu kerangka kerja menggunakan analisis peluang dan ancaman yang diadaptasi dari “Strategic Thinking for NGO Leaders” milik IDR (manual pelatiahn lokakarya). Kerangka itu memberikan pandangan yang lebih luas tentang kekuatan yang mempengaruhi usaha advokasi kelompok.. Kerangka yang diadaptasi dari Midwest Academy di AS itu memungkinkan analisis yang lebih mendetail. Pertama kita memeriksa kerangka kerja dan denah peluang dan ancaman.
1.Analisis peluang dan ancaman: organisasi itu tidak pernah bekerja dalam ruang hampa.
Untuk menyusun strategi tentang advokasi, perlu mengetahui siapa yang mendukung posisi organisasi dan siapa yang mungkin menentangnya. Dengan kata lain, siapa yang kiranya akan menjadi ancaman dan siapa yang akan menyediakan peluang untuk memajukan agenda anda advokasi.Cara lain yang mengilustrasikan kekuatan relatif dan hubungan-hubungan itu adalah menyajikan organisasi anda isu advokasi anda dengan lingkaran di tengah peta itu; lingkaran yang besar kemudian dilukis untuk menunjukkan pihak-pihak yang lebih penting yang terkait dengan problem advokasi itu, lingkaran-lingkaran kecil melambangkan pihak yang kurang penting atau kekuasaanya kurang.
2.Peta peluang dan ancaman: Setelah diagram itu diselesaikan, pertanyaan fokus lainnya dapat memperdalam analisis itu. Ini mencakup:a. Apa yang dikatakan oleh peta itu kepada kita tentang peluang dan ancaman terpenting bagi karya advokasi kita?
b.Manakah hubungan-hubungan antara para pelaku, dan implikasi apa yang dimiliki hubungan itu bagi kerja kita? c.Bagaimana kita dapat memanfaatkan peluang itu dan menghilangkan ancaman tadi?
Kedua, Kerangka kerja kedua berdasarkan karya proyek “Naming the Moment” di Kanada yang juga melihat kekuatan makro yang mempengaruhi peluang untuk berubah. Kerangka kerja menyajikan serangkaian pertanyaan khusus untuk membantu organisasi mengidentifikasi berbagai tingkat stakehorders dan menilai hubungan kekuasaan, yang dikembangkan oleh Deborah Barndt di Jesuit Center for Social Faith and Justice of Canada.
Berdasarkan usaha di Amerika Latin untuk mengevaluasi kekuatan-kekuatan politik sekarang ini dan kemungkinan advokasi serta tindakan, proses “Naming the Moment” telah meringkaskan ide-ide dasar mereka dalam kerangka kerja pertanyaan yang padat. Para aktivis masyarakat diseluruh kanada telah menggunakan proses itu untuk memandu perancanaan advokasi serta mengembangkan strategi mereka

0 komentar:

Posting Komentar