Minggu, 11 Desember 2011

PARADIGMA BARU KESEHATAN


 
Kesehatan bukanlah “statis’, bukan sesuatu yang dikotomi sehat dan sakit, tetapi dinamis, progesif dan kontinum. Hal ini telah disadari oleh WHO, yang akhirnya pada tahun 1988 merumuskan kembali definisi kesehatan. Kemudian rumusan WHO tersebut diangkat dalam UU.No.23/1992 yakni:”Kesehatan atau sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif baik secara ekonomi maupun sosial ”.  Hal ini berarti bahwa kesehatan tidak hanya mempunyai dimensi fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga mencakup dimensi ekonomi.  Artinya, meskipun seseorang secara fisik, mental dan sosial sehat, tetapi tidak produktif secara ekonomi atau sosial maka orang tersebut tidak sehat.  Produktif secara ekonomi dapat diukur dari pekerjaan, sedangkan produktif secara sosial diukur dari kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup pribadinya sendiri atau orang lain atau masyarakat melalui aktivitas atau kegiatan-kegiatan positif.

Oleh sebab itu agar pelayanan kesehatan relevan dengan peningkatan derajat kesehatan bangsa perlu kebijakan-kebijakan baru dalam pelayanan kesehatan.  Dengan perkataan lain paradigma pelayanan kesehatan harus diubah.
Orientasi pelayanan kesehatan harus digeser dari pelayanan kesehatan yang konvensional (paradigma sakit) ke pelayanan kesehatan yang sesuai dengan paradigma baru (paradigma sehat).  Pelayanan Kesehatan Konvensional yang mempunyai karakteristik :
(Konsursium Ilmu Kesehatan Indonesia, 2003)
1)      Sehat dan sakit dipandang sebagai dua hal seperti “hitam” dan “putih”
2)      Pelayanan kesehatan diasosiasikan dengan pengobatan dan penyembuhan
3)      Pelayanan kesehatan diidentikkan dengan rumah sakit dan poliklinik
4)      Tujuan pelayanan kesehatan untuk meringankan penderitaan dan menghidarkan dari kesakitan dan kematian
5)      Tenaga pelayanan kesehatan utamanya dokter
6)      Sasaran utama pelayanan kesehatan adalah individu yang sakit
Oleh sebab itu program-program pelayanan kesehatan hanya untuk kelangsungan hidup saja  ( Health Programs for Survival), dan harus digeser ke Pelayanan Kesehatan Paradigma Baru atau Paradigma Sehat, yang mempunyai karakteristik :
a. Sehat dan sakit bukan sesuatu yang hitam dan putih, sehat bukan berarti tidak sakit,  dan sakit tidak berarti tidak sehat
b. Pelayanan kesehatan tidak hanya penyembuhan dan pemulihan, tetapi mencakup preventif dan promotif
c. Pelayanan kesehatan bukan hanya Rumah  Sakit, dan Poliklinik
d. Tujuan pelayanan kesehatan utamanya peningkatan kesehatan (promotif), dan pencegahan penyakit (preventif)
e. Tenaga pelayanan kesehatan utamanya : untuk kesehatan masyarakat
f. Sasaran utama pelayanan adalah kelompok atau masyarakat yang sehat.

Dari pergeseran paradigma pelayanan kesehatan ini maka  program-program kesehatan diarahkan kepada pengembangan sumber daya manusia  (Health Programs for Human Development). Oleh sebab itu, indikator kesehatan juga harus dilihat dari perspektif “paradigma sehat”.
Indikator kesehatan yang sesuai dengan paradigma sehat semestinya menggunakan indikator positif, bukan indikator negatif seperti yang selama ini digunakan. Indikator kesehatan harus digeser dari indikator negatif (kesakitan, cacat, kematian, dan sebagainya), ke indikator-indikator positif, antara lain :
a. Ada tidaknya kelainan patofisiologis
b. Kemampuan fisik, misal : aerobik, ketahanan dan kelenturan sesuai umur, kebugaran
c. Penilaian atas kesehatan sendiri
d. Ideks Masa Tubuh (IMT) atau BMI (Body Mass Index),  dan sebagainya
Kesehatan adalah merupakan  potensi dasar dan alami dari  setiap individu yang sangat diperlukan pada awal kehidupan dan pertumbuhan manusia. Apabila seorang anak lahir dan berkembang dalam kondisi yang tak terpenuhinya unsur dasar tersebut akan menghambat pertumbuhan dan atau perkembangan fisik dan mental.  Hal ini berarti mutu sumber daya manusia tersebut rendah.  Dengan perkataan lain seseorang yang sejak di dalam kandungan sampai usia pertumbuhan dan perkembangannya dalam kondisi dan lingkungan yang tidak sehat, maka hasilnya kualitas SDM tersebut juga rendah (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Mengingat pentingnya posisi pembangunan kesehatan dalam pembangunan SDM suatu bangsa seperti yang telah dirumuskan dalam MDG’s, maka pembangunan kesehatan harus diarahkan untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi dan atau sosial. Dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas ini peran promosi kesehatan sangat penting.

0 komentar:

Posting Komentar